Abadi
Jawaban sementara yang saya dapat cukup aneh: karena kita ingin abadi.
Ada dua cara manusia mendapatkan keabadian. Keduanya didapatkan melalui karya.
Pertama, karya dalam bentuk seni atau ilmu pengetahuan. Ibnu sina adalah sebuah contoh bentuk keabadian, tidak ada satupun dari pengguna fesbuk yang pernah berkenalan dengannya, tapi sepenuhnya tahu, bahwa beliau adalah seorang muslim yang memiliki sumbangan terhadap dunia medis.
Begitu juga Al Khwaritzmi, Einstein, Sukarno, Hatta, Michael Jackson, Gus Dur, Tere Liye, dan lain-lain. Nama mereka tetap ada dalam sudut benak kita, walaupun mungkin secara langsung tidak pernah berhubungan. Mereka abadi.
Kedua, karya yang dalam bentuk keturunan. Insting dan sunnah yang menuntun kita kesana. Harapan "ingin abadi" yang tidak mungkin tersebut, diwujudkan dengan menghasilkan replika yang menyerupai kita dalam setiap sisi, ditambah dengan kesempurnaan lain yang kita harapkan, tapi tidak kita miliki.
Suatu kebahagiaan tertentu bagi orang tua jika anak nya dikatakan mirip dengannya. Dan memang benar, bahagia itu sederhana.
Apa yang kita sajikan pada mereka (anak anak kita), itulah yang mereka tiru, apa yang kita lakukan dalam setiap detik kebersamaan, benar atau salah, itulah dasar pikir mereka.
Kebersamaan orang tua dan anak dimasa kecilnya lumayan sulit dilakukan untuk kondisi sekarang, dimana waktu adalah uang. Tapi saat bisa, jadikan itu berkualitas.
~Apapun karya kita, pastikan saat maut menjemput, kita meninggalkan sebuah Maha Karya. Amin.
Gambar: Aldakwah.org
Gambar: Aldakwah.org
0 komentar:
Posting Komentar