Kebhinekaaan adalah Indonesia, kelemahan atau kekuatan, kita yang menentukannya

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 09 Mei 2017

Munafik


Munafik

Tanda orang munafik ada tiga, saya tahu.

Herannya, dalam kehidupan sekarang, upaya dalam bertahan hidup mengarahkan kita mencapai tanda-tanda tersebut.

Faktor keuangan dan waktu yang saat ini (seolah-olah) sangat sedikit, merangsang seluruh indra untuk berfikir secara ekonomis, berbuat sesedikit mungkin untuk mencapai hasil semaksimal mungkin. Dan berlaku untuk dunia dan akhirat.

Apa pendorong utamanya?, Ketakutan, ketakutan akan risiko.

Risiko yang paling nampak tentunya risiko di dunia. Dunia bersifat hitam putih, Objektif, dengan beberapa kriteria, orang akan sepakat memberikan nilai tertentu pada parameter ukur dunia. Objektif butuh orang lain.

Risiko akhirat tidak terlalu tampak, arahnya subjektif, terukur nya yah, pada hati yang tenang dsbnya. Subjektif tidak butuh orang lain.

Dalam hemat saya, keuntungan subjektif memungkinkan upaya upaya pembenaran pembenaran yang mendukung, secara logika, atau secara yang membuat kita kuat melakukan sesuatu secara moral. Kelemahan objektif, ya itu, butuh orang lain. Orang lain sih bisa dalam bentuk: selfie, curhat, sosmed, atau komunitas.

Jika dimisalkan, beberapa parameter dunia adalah kemiskinan dan terkucil, sengaja dalam bahasa negatif. Dua parameter tersebut objektif, disetujui secara bersama.
Dan ego kita bermain disana, berupaya menjadikan parameter itu dalam nilai maksimum. Beberapa opsi adalah dengan mengabaikan risiko akhirat.

 sulit untuk diobjektifkan, cara paling baik adalah menjadikan dunia subjektif, kita yang harus melogikakan bahwa kita tidak miskin dan terkucil. Bukannya melakukan pembenaran, dan menunjukkan pada dunia, bahwa kita tidak miskin dan terkucil.

Dan memenuhi ketiga kriteria munafik tersebut.

Karma


Kalau anak dititipkan ke orang lain, adil rasanya mereka akan menitipkan kita ke panti jompo.

Kapan kita menyayangi mereka?, saat mereka masih kecil bukan?

Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi ku disaat aku masih kecil, mudah-mudahan kita semua bisa menangkap makna keadilan dari tertampungnya tangan kecil anak kita yang mengucap dengan patah-patah "Allahummagfirli wali wali dayya warhamhuma kama robbaya ni sogira".

~ada rekomendasi panti jompo yang kira-kira bisa menyediakan ruangan merokok, +game PES, +komik naruto dan one piece edisi 1 sampai tamat, +koneksi internet 3g gratis 24 jam?, kalau ada mohon di inbox

Gula dan diabetes


Penyakit gula, adalah salah satu penyakit yang sukar disembuhkan.

JIka sudah ada diagnosa penyakit ini dalam daftar keputusan dokter, maka harap ikhlas menerimanya seumur hidup.

Makan akan mulai untuk diperhatikan, tidak bisa sembarangan, terlebih di daerah kita, yang makanan pokoknya adalah nasi, sumber gula itu sendiri.

Akibat dari gula adalah pengaruh yang sangat sensitif terhadap luka.

JIka gula dalam status tinggi maka kita harus sangat memperhatikan luka yang diderita, karena kemungkinannnya untuk memburuk akan sangat besar.

Ada selera, bentuknya sih kebiasaan, yang sekarang sulit untuk dicegah, keinginan diri, yang ditolak oleh dokter dan keluarga.

Kenapa ini bisa menjadi bagian dari kesedihan?, karena ego kita tidak bisa berkembang disini, apa yang kita inginkan akan sangat tergantung pada pertimbangan dokter dan keluarga.

Bagamanapun keluarga mencegah, kita tentu akan tetap berusaha memenui keinginan kita, walaupun dokter juga tetap dalam status yang sama. Namun akibatnya jelas ke tubuh, ke luka.

Dan karena ini berlaku untuk orang yang dalam usia tidak bisa di bilang muda lagi, ketika keluarga, dalam hal ini anak mengingatkan, kita akan teringat pamrih, bagaimana kamu ku besarkan dulu, kenapa sekarang, saat aku punya keinginan kamu tidak bisa memenuhinya.

Jangan sakit gula, konsumsi gula terbatas, ngomong mudah, nerapin yang susah.

Hazard - Richard Marx


No one understood what I felt for Mary
No one cared until the night she went out walking alone
And never came home
Man with a badge came knocking next morning
Here was I surrounded by a thousand fingers suddenly
Pointed right at me
I swear I left her by the river
I swear I left her safe and sound
I need to make it to the river
And leave this old Nebraska town

Dua paragraf lirik dari richard marx, Hazard. Orang akan mudah mengingat dan peduli jika ada kaitannya kesalahan. Jika bentuknya kebaikan, kecenderungan akan diabaikan.

Kalau dari awal lagu sih kayak ada semacam pembahasan takdir dari sudut pandang manusia. Takdir tersebut ditetapkan ketika kita lahir, bahwa apel jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kesalahan orang tua akan ditimpakan ke anak, anak akan hidup selamanya dengan itu. Dan lagu ini menceritakan perjuangan si anak keluar dari bingkai orang tuanya tersebut.

Kalau ndak salah ini lagu 90-an, suasana di kampung, ada bau-bau eropahnya, bahasa inggris soalnya.

~Kita manusia, tidak mungkin tanpa kesalahan, minimalisir kesalahan adalah usaha yang masuk akal, dan pun ketika itu terjadi, pilihlah kesalahan yang tidak akan menurun ke anak, cukup kita yang menanggungnya. Dan ini juga bisa indah, kalau yang kita wariskan sebentuk kebaikan, anak akan menjadikan ini semacam target, panduan, bingkai, idola, dengan korelasi yang positif sepanjang hidupnya.

Rabu, 29 Maret 2017

Berekspresi di media sosial


Salahkah kita berekspresi di media sosial?, Fesbuk?

Saya rasa ndak salah, kesalahan nya adalah, dengan siapa ekspresi itu kita bagi?.

Jika tawaran kita adalah perbaikan keluarga, anak istri, mungkinkah seluruh dunia wajib tau kekurangan keluarga kita?

Jika yang kita kritisi adalah kehidupan beragama, kita yang harus mencoreng agama kita?

Jika kita mengkritik seorang penting dalam adat dan kesukuan kita, haruskah seluruh dunia tahu?

Fitrah manusia adalah membela dirinya, kalau tidak dia tidak akan bisa bertahan hidup.

Jika koreksi ditawarkan pada orang dalam dan luar kita, si penerima kritik cenderung harus bertahan hidup, bukannya menangkap maksud dari kritik tersebut.

Kelemahan kita terpapar dengan jelas, musuh kita bertambah, kritik tidak diterima, kelemahan kita pribadi pun diburu, hasilnya?, Kerusakan berjamaah.

Gimana dong mengkritik?, Gunakan komunitas untuk komunitas, batasi share kita.

Jika ada teman di fesbuk 1500 orang, berapa orang dalam komunitas yang sama, jika kita punya kritik terhadap komunitas tersebut, segitu yang harus menerima kritik, bukan seluruh alam semesta.

Emang kita mau bangsa kita runtuh berjamaah?

Sumber gambar: Wintellect.com

Survival insting


Kenapa banyak caci maki di media sosial?

Analogi sederhana saya adalah penjajahan ekonomi di Indonesia.

Kok bisa gitu?, Gini, kita adalah bangsa komunal, kita mengutamakan kesamaan suku, agama, ras, tim sepakbola idola, dsbnya.

Segala hal yang berhubungan dengan kesamaan tersebut cenderung memperkuat kita.

Nah, fitrah manusia sebagai makhluk hidup adalah bertahan hidup, survival keren nya.

Bagaimana kita bertahan hidup?, Kita waspada dengan segala sesuatu yang negatif. Yang mengancam kita.

Nah, komunal inilah yang dipecah, selalu ditawarkan isu isu negatif, jika kita membaca berita 7 positif 1 negatif, yang akan kita ingat adalah yang 1.

Kenapa?, Agar kita tidak pernah kuat, tidak pernah mandiri, dan selalu menjadi konsumen, ndak pernah terpikir untuk jadi produsen.

Wong sibuk bertengkar karena urusan yang sepele ja.

Siapa pelakunya?, Setiap yang menyampaikan ide pertengkaran, adalah pelakunya, terlepas dia punya ide dasar soal produsen atau konsumen, karena sekedar membela komunal nya atau memang sengaja memecah belah kita.

Dengan tujuan tadi, kita bisa tetap jadi pasar mereka.

Kira-kiralogi


Penyampaian sebuah ide tentu harus didukung dengan kemasukan akal, masuk akal maksudnya.

Masuk akal kalau dalam penelitian adalah ada kronologi cerita, mulai dari capaian saat ini, kekurangan yang ada, solusi yang kira kira mungkin, dan ide untuk memecahkan masalah tersebut.

Sama dengan media sosial, hanya saja perbedaan dengan penelitian atau riset, adalah sumber nya. Penekanan kira kira logi lebih dimainkan secara maksimal.

Kesukaan pembaca medsos untuk membaca sesedikit mungkin dan menyimpulkan sebanyak mungkin menjadi semacam bumbu penikmat untuk pengarahan opini.

Yang penting kira-kira logi nya keliatan logis.

Rabu, 15 Maret 2017

Merantau


Maluncua denai nak lakeh
Ndeh mandeh tolong doakan
Nan kok mujua bundo malapeh
Co ayam pulang ka pautan

Bait di atas adalah bagian dari lagu populer Efrinon, penyanyi papan atas Minang, menceritakan kesedihan yang dialami seseorang dalam memulai perjuangan Merantau. Yang diberi tajuk Kelok Ampek puluah ampek (Kelok 44).

Bait di atas secara sederhana saya artikan sebagai ini : "mohon restu bunda dalam perantauan ini, dengan doa bunda, segala Jaya dan kesuksesan akan kubawa pulang, dan aku akan kembali secepat dan seindah yang aku bisa".

Ketika Bait ini dimulai, rata rata perantauan cengeng seperti saya akan mulai merasakan yang namanya haru, mata berkaca kaca. Dan memang sepertinya lagu ini memiliki sebuah daya magis magis, dengan latar talempong nya pastinya, terlebih setelah sampai pada bait berikut :

Tabayang rantau nan ka den hadang
Di mako badan beko menumpang
Saat itulah!, dalam beberapa saat semua pendengar akan sampai pada fase "jatuah badarai aia mato", kalau di Indonesia kan, "jatuh berderai air mata" atau kalau kita sederhanakan, nangis, cobalah. Gantung kepala, saya di monas, kalau ini tidak terjadi. Mp3 rusak atau lampu mati ndak di itung ya, catet.

Oh ya, ada kata kunci dalam merantau di minang kabau
Karatau madang di hulu
Babuah babungo balun
Marantau bujang daulu
Dikampuang paguno balun
Sederhananya, lagi lagi versi saya, adalah "paguno balun", artinya selagi masih belum memberikan kontribusi apa apa di kampung, tempuh lah jalan merantau, dan berikan kontribusi itu.

Toh definisi merantau sangat luas, tinggal sendiri, tidak bersama orang tua, juga termasuk merantau. Berfikir sebelum bertindak juga merantau, hijrah dalam sikap yang lebih baik juga merantau, asal jangan didefinisikan sama dengan Merantau nya Iko Uwais sajah, mati pas ending soalnya wkwkwk.

Nah, silahkan dicoba, marantau nya, bukan nangis nya, kalau nangis anak sd mah bisa. Toh koridor nya jelas, "paguno balun".

Ilustrasi: Blogspot.com

Nan Tido Manahan Hati


Kayu aro balapau nasi
Dingin - dingin disuka rami
Lah biaso galak dinan lai
Rang nan tido manahan hati
Iyo.... iyo.... manahan hati
Iyo.... rang nan tido manahan hati
Santano bapisah
Indak denai bakaciak hati
Sajak dulu denai lah tau
Mimpi - mimpi lah tingga mimpi

Ini adalah beberapa penggal bait dari lagu Zalmon, judulnya "Nan tido manahan hati", kaset ini (waktu itu berbentuk pita) merupakan salah satu kaset paling populer di minang pada zamannya. Kalau level film, platinum lah. Saingan terberat waktu itu adalah Misramolai dengan Saluang Dangdut, Eri Martha dengan Ginyang, dan Melati dengan Kutang Barendo nya.

Dalam kaset Zalmon tersebut terkumpullah lagu-lagu dalam jenis Ratok, lagu sedih, melow bahasa sekarangnya. Hebatnya lagu minang waktu itu, setiap pendengar akan berkata "ini gue banget!", karena indahnya sastra yang dimainkan, semua orang merasa lagu itu memang ditujukan untuknya. Plusnya lagi, suara om Zalmon emang tanpa tanding pulak.

Bagian yang menjadi populer pada kaset Nan Tido Manahan Hati ini adalah satu judul lagu: "Salamaik Jalan Buya", lagu yang menceritakan tentang telah berpulangnya Buya Hamka. Tokoh ulama kebanggaan Sumatera Barat.

Bagian paling mengena dalam lirik ini adalah sulitnya mencari pengganti Buya Hamka.

Tagamang kampuang jo bangso
Kahilangan umaik saagamo
Marapi jo Singgalang manangih tatahan
Danau Maninjau ditingga buyanyo
O Tuhan Kuaso janjikan sarugo, iyo … iyo …
Alam salamo nyo kikia
Nan intan yo jarang basuo
Batahun jo babilang maso
Balun tantu dapek nan sarupo
Disitu mangkonyo ranuang marusuahkan hati

Kalau saya terjemahkan dalam bentuk kalimat kira-kira begini bunyinya.

Telah tergamang kampung halaman dan bangsa
Telah kehilangan umat seagama
Gunung merapi dan gunung Singgalang telah menangis sesenggukan
Danau Maninjau telah ditinggalkan oleh Buyanya

Allah yang maha kuasa menjanjikan surga

Alam memang selamanya telah berlaku kikir
Kalau yang namanya intan, pastinya jarang bertemu
Walaupun nanti bertahun tahun setelah ini
Belum tentu akan ada pengganti Buya Hamka

Disitulah otak ini berfikir, dan hati ini menjadi rusuh

Ilustrasi:  Ytimg.com

Minggu, 12 Maret 2017

Perempuan


ISTI (ikatan suami takut istri) adalah guyon terberat bagi seorang laki-laki jantan

Perempuan itu makhluk unik, ketika kita (suami) mengatakan, kita ini adalah ISTI, mereka serta merta akan menolak.

Tapi setiap sendi kehidupan kita diatur, wkwkwkkw.

Kenapa?, ada satu hal kelebihan perempuan yang sulit ditiru oleh laki-laki, fitrah barangkali. Dalam suatu saat mereka bisa memikirkan banyak hal secara serentak. Dalam domain yang jauh berbeda. Dalam suatu saat mereka bisa memikirkan asmara, kantor, anak, penampilan, piring kotor. Dalam serentak!. Tidak mengherankan ketika perempuan naik motor, sein kekanan beloknya kekiri, fitrah juga barangkali.

Laki-laki?, ketika pulang dari kantor pertanyaanya, "makan apa kita hari ini?", dan ketika akan berangkat kantor pertanyaannya "sudah belum?, lama amat sih?", sambil ngerokok.

Karena tidak fokus, makanya yang jadi pemimpin itu laki-laki, noise atau gangguan besar atau kecil, boleh kita sebut dengan nama emosi, bisa dikesampingkan. Membantunya fokus?, gangguan diserahkan pada istri, makanya, tanpa kerjasama, kita bukanlah apa-apa.

Ilustrasi: Suaramerdeka.com

Rumah Tangga


Poin 1 Suami tugasnya bekerja, istri tugasnya mengurus rumah dan anak anak

Poin 2 Kalau suami bekerja istri bekerja, berarti mereka berdua mengurus rumah dan anak anak

Poin 3 Kalau Suami tidak bisa mengurus rumah dan anak anak, kembali ke poin 1

Simpel

Ilustrasi: Weknowyourdreams.com

Sabtu, 11 Maret 2017

Jalan damai


Sebuah posting di fesbuk dengan ide "Menanamkan Mental Paranoid Melalui Berita Hoax", membuat saya tertarik untuk menelusurinya.

Coba ditelusuri, ternyata saya ketemu dengan website jalandamai.org, dan scanning sekilas menunjukkan bahwa ide tentang ketersediaan konten pendidikan yang miris, ternyata telah memiliki mentor yang sangat inspiratif, dan layak untuk dicontoh.

Apa itu jalandamai.org?

www.jalandamai.org merupakan media online yang bertujuan berbagi pengetahuan, mengembangkan, dan menanamkan pemikiran yang ramah dan toleran. Di jalandamai.org pembaca akan disajikan sejumlah edukasi yang argumentatif dan kritis terkait dengan berbagai ihwal sosial dan kemasyarakatan. Selain berbasis pada analitik dan data artikel yang kami sajikan juga memuat pendekatan historis sebagai cara memahami realitas kekinian.
Dan hebatnya, media ini menitikberatkan pada kajian sejarah dan analitik yang bertujuan melahirkan gagasan kehidupan yang lebih damai. Berdasarkan catatan kakinya, ini sudah dimulai sejak tahun 2015.

Petualangan mulai mengasikkan.

Womens Day


Happy womens day buat womens.

No womens no cry, no womens no superman, no womens no vb, no womens no honey, no womens no money.

Jadi... Yes womens lah.

Selamat hari perempuan internasional.

Bekerja atau tidak, itu adalah sebuah opsi, dan opsi tentu saja ada risiko, mengizinkan pasangan untuk bekerja berarti bersedia menerima keuntungan keuangannya, dan bersedia menerima risiko waktu mereka yang tersita.

Mengizinkan perempuan kita bekerja, berarti juga mengizinkan diri kita untuk bisa mengurus rumah dan anak-anak, mudah-mudahan bisa, rajin pangkal pandai kok, walaupun ngomong emang lebih mudah dari pada mengerjakannya.

Lindungi perempuan kita, orang yang paling tahu luar dalamnya kita, bunda anak-anak kita, masa depan kita, yang ada surga dibawah telapak kakinya.

Ilustrasi: Freepik

Berita


Dimana kita mencari berita?

Rasanya, posisi medsos yang dijadikan sebagai sumber berita, yang mengarahkan ke simpangsiuran pandangan.

Valid atau tidaknya berita yang kadang belum di klarifikasi, namun, dengan headline yang langsung mengarah ke kesimpulan, mengajak, memanggil ego kita.

Ego sebagai manusia Indonesia yang ingin berkontribusi disela kesibukan. Hal ini membuat adu domba mudah dilakukan.

Berita sebaiknya tetap dari profesi pencari berita, media, bukan media sosial. Mereka ada banyak, bisa dibuka masing-masing untuk melihat beda sudut pandang, dan disana ditarik lah simpulan.

Medsos?, Untuk bersosial.

Berita di media sosial?, Jika itu mengarah pada perdebatan dan saling menjelekkan, rasanya kita sudah tau seruan apa yang akan kita lakukan.

Gambar: Icytales

Abadi


Abadi (ilustrasi)
Kenapa kita ingin berketurunan?

Jawaban sementara yang saya dapat cukup aneh: karena kita ingin abadi.

Ada dua cara manusia mendapatkan keabadian. Keduanya didapatkan melalui karya.

Pertama, karya dalam bentuk seni atau ilmu pengetahuan. Ibnu sina adalah sebuah contoh bentuk keabadian, tidak ada satupun dari pengguna fesbuk yang pernah berkenalan dengannya, tapi sepenuhnya tahu, bahwa beliau adalah seorang muslim yang memiliki sumbangan terhadap dunia medis.

Begitu juga Al Khwaritzmi, Einstein, Sukarno, Hatta, Michael Jackson, Gus Dur, Tere Liye, dan lain-lain. Nama mereka tetap ada dalam sudut benak kita, walaupun mungkin secara langsung tidak pernah berhubungan. Mereka abadi.

Kedua, karya yang dalam bentuk keturunan. Insting dan sunnah yang menuntun kita kesana. Harapan "ingin abadi" yang tidak mungkin tersebut, diwujudkan dengan menghasilkan replika yang menyerupai kita dalam setiap sisi, ditambah dengan kesempurnaan lain yang kita harapkan, tapi tidak kita miliki.

Suatu kebahagiaan tertentu bagi orang tua jika anak nya dikatakan mirip dengannya. Dan memang benar, bahagia itu  sederhana.

Apa yang kita sajikan pada mereka (anak anak kita), itulah yang mereka tiru, apa yang kita lakukan dalam setiap detik kebersamaan, benar atau salah, itulah dasar pikir mereka.
Kebersamaan orang tua dan anak dimasa kecilnya lumayan sulit dilakukan untuk kondisi sekarang, dimana waktu adalah uang. Tapi saat bisa, jadikan itu berkualitas.

~Apapun karya kita, pastikan saat maut menjemput, kita meninggalkan sebuah Maha Karya. Amin.

Gambar: Aldakwah.org







Selamatan


Kemarin ngikutin selamatan calon anak Bapak Kos, istri beliau sudah berumur 4 bulan kandungannya.

Proseding yang saya ikuti mulai dari pengantar yang disampaikan oleh salah seorang alim ulama (ustad pertama), serentak semua orang yang hadir juga membaca yasin.
Melalui sebuah baha
Ceramah 7 menit yang disuarakan oleh salah seorang alim ulama (ustad kedua).

Ceramah tentang maulid nabi Muhammad SAW (ustad ketiga(, yang ini cukup panjang, berisi ajakan tentang maulid, penjabaran tentang tuduhan Maulid ini salah, dan kemudian ajakan untuk bershalawat.

Secara beriringan dengan dikomandoi oleh ustad ketiga, dibacalah shalawat, yang diperindah dengan gendang, dan beberapa alat musik lain (saya di dalam ruangan, jadi hanya kelihatan ustad ketiga dari samping).

Shalawat dilanjutkan dengan nyanyian, setelah shalawat tadi, ustadz ketiga kembali menyampaikan ceramahnya, tentang dakwah melalui seni, dengan ide populer:
Dengan seni hidup jadi indah, dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan quran hidup jadi terarah.

Nyanyian (masih tentang shalawat), dihiasi dengan sawer, yang dalam definisi saya sebelumnya cukup "kotor", dalam sawer kali ini saya melihat pihak tuan rumah melemparkan permen, dan juga uang!
Terlihat para hadirin tertawa, dan bersenda gurau pada fase ini.

Sebuah acara yang diisi dengan formal ibadah, berbagi pahala, dan diisi dengan hiburan, amal, dan canda.

Islam itu indah.

Gambar: Qoshidahpeshona



Lupa


"lupa alid ayah"

"jangan ngomong lupa nak, itu akan membuat kita percaya bahwa kita pelupa"

"...tapii..., mmm, gimana ngomongnya ya yah?"

"bilang saja tidak ingat, itu lebih baik"

"iya ayah, oh ya, dah jadi ayah donlodkan game kemaren?"

"aduh, lupa ayah nak"

"tidak ingat ayah, jangan ngomong lupa, itu akan..."

"iya...iyaaaa... ayah bilang jangan ngomong lupa, kebetulan saja tadi tadi ayah lup... eh.. tidak ingat saja itu"

~konsisten untuk tidak konsisten adalah suatu bentuk konsistensi juga, syalalalala

Gambar: Gifmagazine