Kebhinekaaan adalah Indonesia, kelemahan atau kekuatan, kita yang menentukannya

Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 07 Maret 2011

Anak kecil dengan biola


Suatu hari saya jalan-jalan ke pasar baru. Di lampu merah ketemu pengamen, tapi pengamen kali ini berbeda kawan.. Dia membawa sebuah biola, kelihatannya anak seumuran 1-2 SMP. Lagu yang dinyanyikan si anak dengan biolanya adalah "Indonesia tanah air beta".

Mungkin kawan-kawan sudah sering mendengar pengamen nyanyi di lampu merah. tapi menurut saya kali ini beda, dia menyanyikan sebuah lagu perjuangan dengan biolanya.

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Slalu di puja-puja bangsa

Mudah-mudahan saya tidak salah menuliskan lirik lagunya. Selagi si anak memainkan biola, saya menyanyikannya didalam hati. Tiba-tiba saya tidak ingat lagi kapan terakhir kali saya menyanyikan lagu perjuangan.

Setidaknya sewaktu SD, SMP, SMA masih ada sesi upacara bendera setiap senen pagi. Yang salah satu sesinya adalah lagu-lagu kebangsaan. Sejak saya kuliah S1 boleh dikatakan saya tidak pernah lagi mendengar lagu-lagu perjuangan seperti itu. Paling juga kalau menghadiri perayaan 17 agustusan di lapangan.

Coba pikirkan kawan, kapan anda terakhir kali mendengar lagu kebangsaan?, saya teringat waktu masih kecil. Waktu itu satu2nya stasion televisi yang ada adalah TVRI. Saya sering mendengar lagu-lagu kebangsaan. Saya ingat waktu itu kita merasa bangga sebagai orang Indonesia. Kita waktu itu punya Unyil, Si Komo, dan lain-lain yang bisa menjaga kita bahwa kita satu bangsa.

Tidak adanya lagu-lagu kebangsaan membuat kita lupa siapa diri kita, kita selalu sibuk dengan kenyataan apa yang kita makan besok. Satu-satunya even yang saya lihat kembali memunculkan rasa kebangsaan yang mengingatkan saya pada masa kecil adalah Piala AFF kemaren.

Semangat persaingan dengan malaysia, kecintaan terhadap milik indonesia yang baru membuat kita bersatu. Laki perempuan, tua , muda, semuanya bersatu untuk irfan bachdim dan kawan-kawan. Lucunya, bahkan ada yang tidak tahu bahwa final itu dilaksanakan 2 kali, di Indonesia dan di Malaysia, tapi tetap bersemangat untuk menonton bola pertandingan. Menurut saya itu adalah bukti cinta yang tulus, bukan tak kenal maka tak sayang tak sayang maka tak cinta. mereka bahkan tak kenal dengan yang namanya bola, tak tahu dengan tendangan sudut. Tapi mereka tetap cinta.

Kita tunggu hal lain yang bisa meningkatkan rasa kebanggan kita, oke?, saya mau mendengarkan kembali biola si anak, "Maaf dek, saya ndak punya uang receh, dengar aja boleh ya?"

0 komentar:

Posting Komentar